Jumat, 19 Desember 2008
di
03.49
|
Oleh : Maulana Yudiman
Buah Salak adalah salah salah satu buah lokal asli Indonesia. Buah dengan rasa manis kesat, dan segar ini memiliki beberapa varietas. Namun, salak unggulan yang umum dikenal adalah salak pondoh yang dibudidaya oleh para petani salak di daerah Turi, Cangkringan, Tempel dan Pakem Kabupaten Sleman.
Nah, salah seorang petani yang cukup berhasil dalam usaha budidaya salak, adalah Surya Agung Saputra. Petani muda ini, telah sejak lama menggeluti budidaya salak. Maklum, selain lahir di daerah penghasil salak, keluarga besar Agung adalah juga petani pembudidaya salak.
Sedari kecil, Agung telah berkenalan dengan salak. Menurut Agung, pada awalnya, para petani membudidayakan jenis salak lokal, atau biasa disebut salak jawa, yang umumnya berasa kecut dan tumbuh liar. Namun, sejak 1974, varietas salak pondoh, yang merupakan varietas asli asal Turi mulai dikembangkan oleh Mbah Tomo, yang masih terbilang keluarga Agung.
Salak pondoh asal Sleman memiliki kekhasan karena dibudidaya di lereng gunung merapi yang kaya abu vulkanik, dan berjenis regosol/pasir. Kondisi inilah yang membedakan salak PSS dengan salak dari daerah lain. Selain itu, dibanding salak lain, salak PSS memiliki keawetan dan kesegaran yang lebih lama, dan warna buah yang lebih cerah.
Sejak saat itu, budidaya salak pondoh kemudian berkembang semakin pesat. Sejak 1980an, beberapa kelompok tani mulai terbentuk, dan usaha salak pun diarahkan ke sektor agrowisata pada dekade 1990an. Masa kejayaan petani salak terjadi pada tahun 1985 - 1995. Saat itu, para petani salak menikmati harga penjualan yang cukup tinggi. Saat itu harga satu kg salak, sebanding dengan 10 - 15 kg beras. Namun, krisis ekonomi yang terjadi di akhir tahun 1997 memupus kejayaan itu.
Terdorong oleh semakin turunnya posisi tawar petani akibat harga jual yang tidak menentu, Agung yang lulus sebagai Sarjana Teknik Industri dari Universitas Islam Indonesia tahun 2000 mendirikan CV Surya Alam Sejahtera (SAS) Indomerapi, pada 2002. Lewat perusahaan ini, Agung selain menjadi petani pembudidaya juga membangun kemitraan dengan kelompok tani yang lain, serta memasarkan produk salak sleman dan turunannya.
Salah satu upaya pemasaran yang dikerjakan SAS Indomerapi adalah dengan mengembangkan agrowisata kebun salak, dengan mengajak para petani lain untuk membuka kebun salak untuk tak hanya menjadi kawasan produksi, juga sebagai lokasi wisata, penelitian dan pelatihan budidaya. Di lokasi wisata agro ini, para wisatawan yang berkunjung dapat langsung memetik buah salak langsung dari pohonnya.
Usaha Kebun Wisata Salak Pondoh yang pertama dibuka adalah kebun milik keluarga seluas 3 ha. Seiring model pemasaran getok tular, tingkat kunjungan ke kebun keluarga ini semakin meningkat. Tingginya tingkat kunjungan ke kebun wisata keluarga ini, telah membantu meningkatkan penjualan salak pondoh.
Belajar dari sukses ini, Agung juga menjajagi kerjasama dengan Pemda Kab. Sleman untuk mengembangkan kawasan agropolitan yang meliputi kawasan budidaya salak pondoh tak hanya di Kecamatan Turi, melainkan juga di Cangkringan, Tempel, dan Pakem.
Tuntutan pasar yang semakin berkembang membuat Agung menjalankan beberapa inovasi budidaya. Salah satunya adalah dengan mengembangkan usaha budidaya salak organik. Selain target pasar yang tidak lagi hanya menyasar pasar tradisional, juga kini merambah pasar modern, dan kesadaran konsumen yang menginginkan produk-produk sehat, menjadi salah satu dasar pertimbangan budidaya salak organik. Menyikapi hal ini, sejak 1995 proses budidaya di kebun keluarga telah dijalankan tanpa menggunakan pupuk kimia, dan sejak tahun 2000 telah dibuka kebun khusus untuk salak organik.
Hal lain yang menjadi perhatian Agung adalah pentingnya pemberian merek pada produk salak pondoh asal Sleman. Bagaimanapun, merek diperlukan untuk menjadi pembeda produk salak pondoh Sleman dengan salak dari daerah lain. Sejak tahun 2002, merek “Pondoh Super Sleman” (PSS) mulai digunakan untuk produk salak pondoh yang dipasarkan Agung. Singkatan nama ini juga memiliki kesamaan dengan klub sepakbola kebanggan masyarakat Sleman. Kesamaan ini, buat Agung adalah peluang. Setiap klub tamu yang menjadi lawan PSS Sleman, senantiasa dikirimi Agung salak PSS juga.
Saat ini, produk Salak PSS sudah menjangkau pasar modern, diantaranya ke supermarket Hero, Hypermart, Carrefour. Namun karena musibah gempa dan kemarau panjang, pasokan untuk pasar modern sempat terhenti, namun kini telah berjalan kembali.
Sekarang ini, Agung melalui SAS telah menjalin kerjasama dengan Bimandiri (afiliate company Amarta Bisma) untuk kegiatan pemasaran dan pengembangan usaha. Salah satunya adalah dukungan Bimandiri untuk menjadikan produk salak PSS seagai produk filiere (CQL) Carrefour. Kegiatan ini mencakup teknik budidaya yang baik (GAP), dan pendokumentasian proses budidaya. Kegiatan ini juga sejalan dengan visi SAS untuk menjadi pemimpin pasar produk pertanian organik dan penyedia layanan rural tourism.
Selain melayani pemesanan salak organik, melalui SAS Indomerapi, Agung juga menerima pemesanan bibit salak pondoh, kontrak pembuatan kebun salak, konsultasi, studi dan pelatihan pertanian, pembuatan kerajinan dari kulit dan biji salak, dan mengembangkan tour ke desa dan homestay Desa Wisata.
Menikah dengan Ari Erta Kumala, SS, alumni Sasra Perancis UGM yang dikenalnya saat kuliah, kebahagiaan Agung sebagai petani salak saat ini semakin lengkap dengan kehadiran dua orang buah hati ; Aulia Zahra Amalia (4 th) dan Tahta Kautsar Muhammad. (1 bln). (*)
Buah Salak adalah salah salah satu buah lokal asli Indonesia. Buah dengan rasa manis kesat, dan segar ini memiliki beberapa varietas. Namun, salak unggulan yang umum dikenal adalah salak pondoh yang dibudidaya oleh para petani salak di daerah Turi, Cangkringan, Tempel dan Pakem Kabupaten Sleman.
Nah, salah seorang petani yang cukup berhasil dalam usaha budidaya salak, adalah Surya Agung Saputra. Petani muda ini, telah sejak lama menggeluti budidaya salak. Maklum, selain lahir di daerah penghasil salak, keluarga besar Agung adalah juga petani pembudidaya salak.
Sedari kecil, Agung telah berkenalan dengan salak. Menurut Agung, pada awalnya, para petani membudidayakan jenis salak lokal, atau biasa disebut salak jawa, yang umumnya berasa kecut dan tumbuh liar. Namun, sejak 1974, varietas salak pondoh, yang merupakan varietas asli asal Turi mulai dikembangkan oleh Mbah Tomo, yang masih terbilang keluarga Agung.
Salak pondoh asal Sleman memiliki kekhasan karena dibudidaya di lereng gunung merapi yang kaya abu vulkanik, dan berjenis regosol/pasir. Kondisi inilah yang membedakan salak PSS dengan salak dari daerah lain. Selain itu, dibanding salak lain, salak PSS memiliki keawetan dan kesegaran yang lebih lama, dan warna buah yang lebih cerah.
Sejak saat itu, budidaya salak pondoh kemudian berkembang semakin pesat. Sejak 1980an, beberapa kelompok tani mulai terbentuk, dan usaha salak pun diarahkan ke sektor agrowisata pada dekade 1990an. Masa kejayaan petani salak terjadi pada tahun 1985 - 1995. Saat itu, para petani salak menikmati harga penjualan yang cukup tinggi. Saat itu harga satu kg salak, sebanding dengan 10 - 15 kg beras. Namun, krisis ekonomi yang terjadi di akhir tahun 1997 memupus kejayaan itu.
Terdorong oleh semakin turunnya posisi tawar petani akibat harga jual yang tidak menentu, Agung yang lulus sebagai Sarjana Teknik Industri dari Universitas Islam Indonesia tahun 2000 mendirikan CV Surya Alam Sejahtera (SAS) Indomerapi, pada 2002. Lewat perusahaan ini, Agung selain menjadi petani pembudidaya juga membangun kemitraan dengan kelompok tani yang lain, serta memasarkan produk salak sleman dan turunannya.
Salah satu upaya pemasaran yang dikerjakan SAS Indomerapi adalah dengan mengembangkan agrowisata kebun salak, dengan mengajak para petani lain untuk membuka kebun salak untuk tak hanya menjadi kawasan produksi, juga sebagai lokasi wisata, penelitian dan pelatihan budidaya. Di lokasi wisata agro ini, para wisatawan yang berkunjung dapat langsung memetik buah salak langsung dari pohonnya.
Usaha Kebun Wisata Salak Pondoh yang pertama dibuka adalah kebun milik keluarga seluas 3 ha. Seiring model pemasaran getok tular, tingkat kunjungan ke kebun keluarga ini semakin meningkat. Tingginya tingkat kunjungan ke kebun wisata keluarga ini, telah membantu meningkatkan penjualan salak pondoh.
Belajar dari sukses ini, Agung juga menjajagi kerjasama dengan Pemda Kab. Sleman untuk mengembangkan kawasan agropolitan yang meliputi kawasan budidaya salak pondoh tak hanya di Kecamatan Turi, melainkan juga di Cangkringan, Tempel, dan Pakem.
Tuntutan pasar yang semakin berkembang membuat Agung menjalankan beberapa inovasi budidaya. Salah satunya adalah dengan mengembangkan usaha budidaya salak organik. Selain target pasar yang tidak lagi hanya menyasar pasar tradisional, juga kini merambah pasar modern, dan kesadaran konsumen yang menginginkan produk-produk sehat, menjadi salah satu dasar pertimbangan budidaya salak organik. Menyikapi hal ini, sejak 1995 proses budidaya di kebun keluarga telah dijalankan tanpa menggunakan pupuk kimia, dan sejak tahun 2000 telah dibuka kebun khusus untuk salak organik.
Hal lain yang menjadi perhatian Agung adalah pentingnya pemberian merek pada produk salak pondoh asal Sleman. Bagaimanapun, merek diperlukan untuk menjadi pembeda produk salak pondoh Sleman dengan salak dari daerah lain. Sejak tahun 2002, merek “Pondoh Super Sleman” (PSS) mulai digunakan untuk produk salak pondoh yang dipasarkan Agung. Singkatan nama ini juga memiliki kesamaan dengan klub sepakbola kebanggan masyarakat Sleman. Kesamaan ini, buat Agung adalah peluang. Setiap klub tamu yang menjadi lawan PSS Sleman, senantiasa dikirimi Agung salak PSS juga.
Saat ini, produk Salak PSS sudah menjangkau pasar modern, diantaranya ke supermarket Hero, Hypermart, Carrefour. Namun karena musibah gempa dan kemarau panjang, pasokan untuk pasar modern sempat terhenti, namun kini telah berjalan kembali.
Sekarang ini, Agung melalui SAS telah menjalin kerjasama dengan Bimandiri (afiliate company Amarta Bisma) untuk kegiatan pemasaran dan pengembangan usaha. Salah satunya adalah dukungan Bimandiri untuk menjadikan produk salak PSS seagai produk filiere (CQL) Carrefour. Kegiatan ini mencakup teknik budidaya yang baik (GAP), dan pendokumentasian proses budidaya. Kegiatan ini juga sejalan dengan visi SAS untuk menjadi pemimpin pasar produk pertanian organik dan penyedia layanan rural tourism.
Selain melayani pemesanan salak organik, melalui SAS Indomerapi, Agung juga menerima pemesanan bibit salak pondoh, kontrak pembuatan kebun salak, konsultasi, studi dan pelatihan pertanian, pembuatan kerajinan dari kulit dan biji salak, dan mengembangkan tour ke desa dan homestay Desa Wisata.
Menikah dengan Ari Erta Kumala, SS, alumni Sasra Perancis UGM yang dikenalnya saat kuliah, kebahagiaan Agung sebagai petani salak saat ini semakin lengkap dengan kehadiran dua orang buah hati ; Aulia Zahra Amalia (4 th) dan Tahta Kautsar Muhammad. (1 bln). (*)
Diposting oleh
cat fish
0 komentar:
Posting Komentar